Minggu, 13 Desember 2015

TUGAS 3 PENGANTAR TELEMATIKA




Pada tugas kali ini saya ditugaskan untuk mencari 5 artikel tentang kasus Cybercrime yang pernah ada di dunia. Berikut ini adalah kasus-kasusnya :

KASUS 1 : Dua Warga Indonesia Berhasil Bobol Kartu Kredit Via Online

            Kejahatan dunia maya atau cyber crime memang tidak pernah ada habisnya, kasus dunia maya ternyata tidak hanya menimpa Luna Maya saja contoh lainnya beberapa hari ini Polda Metro Jaya melalui Kasat Cyber Crime Ajun Komisaris Besar Winston Tommy Watuliu berhasil meringkus dua pelaku kejahatan cyber crime kasus mereka yaitu membobol kartu kredit secara online milik perusahaan di luar negeri. Kedua Cracker ini bernama Adi dan Ari mereka berhasil menerobos sistem perbankan perusahaan asing, seperti Capital One USA, Cash Bank USA dan GT Morgan Bank USA kemudian membobol kartu kredit milik perusahaan ternama tersebut.
            Setelah berhasil kedua pelaku tersebut menggunakan kartu kreditnya untuk membeli tiket pesawat Air Asia lalu tiket tersebut dijual pelaku dengan harga yang sangat murah. Tidak tanggung-tanggung untuk menarik pembeli mereka sengaja memasang iklan seperti di situs weeding.com dan kaskus. Dan hebatnya lagi dari pengakuan kedua cracker tersebut mereka mempelajari teknik bobol credit card ini secara otodidak.
            Tapi sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, begitulah kisah dua cracker tanah air kita, setelah berhasil membobol kartu kredit dari Ricop yaitu perusahaan yang memproduksi anggur di san francisco mereka berhasil ditangkap oleh Polda Metro Jaya ditempat terpisah, di Jakarta dan Malang. Dari tangan mereka berhasil diamankan barang buktiseperti laptop, dua BalckBerry, modem, komputer, buku tabungan BCA dan daftar perusahaan yang akan menjadi target pembobolan

KASUS 2 : Polisi Estonia menangkap pencuri digital situs perbankan

            Pada bulan April 2005, polisi Estonia telah berhasil menangkap seorang pemuda berusia 24 tahun yang didakwa telah mencuri dan membobol dana sebesar jutaan dollar dari rekening-rekening online bank-bank di seluruh Eropa dengan menggunakan virus yang dapat menghapus dirinya sendiri setelah pekerjaan haram itu dilakukan.
            Modus operandi di pencuri adalah dengan menuliskan semacam pengumuman yang mengatasnamakan lembaga-lembaga pemerintah, bank-bank dan perusahaan-perusahaan investasi, yang dalam pengumuman yang dikirim online tersebut dicantumkan pula sebuah link yang secara sembunyi-sembunyi akan mengirimkan (mengupload) virus. Virus ini kemudian mentransmisikan setiap data pribadi, termasuk data rekening dan password internet banking yang dikirimkan kepada si pencuri yang menciptakan virus ini. Setelah pekerjaan mengirimkan informasi finansial ini selesai dilakukan, maka virus itu akan menghapus dirinya sendiri setelah sebelumnya mengosongkan isi seluruh rekening yang ada di rekening yang dibobolnya. Sang pencuri digital itu pun diganjar lima tahun penjara akibat ulahnya.
            Pembobol situs eBay diganjar enam tahun penjara. Sebuah pengadilan federal di Amerika pada tahun 2005 telah menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang pemuda yang bernama Charles Stergio, 21 tahun dengan hukuman enam tahun penjara akibat ulahnya membobol, mencuri data finansial dan menipu (scamming) para pelanggan situs eBay, dimana akibat ulahnya itu sekitar 321 orang telah dirugikan, dengan total kerugian sekitar $421.000. Hakim akhirnya memutuskan untuk menolak pembebasan dengan jaminan akibat ulah Stergios yang melemparkan wadah berisi air (semacam galon air) ke ruang sidang akibat jaksa penuntut menyebutnya dengan sebutan "maling".

            KASUS 3 : Buyung versus Republik Indonesia
            Jangan lupa juga dengan kasus carding kita. Ingat, nama Indonesia sempat tercemar di tatanan global maya akibat IP kita ada di daftar hitam. Semua tak lain dipicu maraknya carder asal Indonesia.
            Salah satu carding yang sempat populer adalah tertangkapnya carder asal Bandung. Buyung alias Sam, mahasiswa 25 tahun menggunakan kartu kredit orang lain untuk transaksi melalui internet. Nilainya mencapai sekitar DM 15 ribu. Aksi ini dilakukan melalui warnet selama satu tahun. Kasus ini diserahkan Polda Jabar ke Mabes Polri. Pertimbangannya karena kejahatan yang dilakukan tersangka berdampak ke berbagai negara, sehingga pengusutannya membutuhkan keterlibatan pihak interpol.
            Terbongkarnya kejahatan Buy sendiri berawal dari berita teleks Interpol Wiesbaden No. 0234203 tertanggal 6 September 2001 yang melaporkan adanya penipuan melalui internet dan diduga melibatkan seorang WNI yang bertindak sebagai pemesan barang bernama Buy. Berdasarkan informasi tersebut, jajaran serse Polda Jabar segera melakukan pelacakan dan pencarian terhadap Buy yang disebutkan beralamat di Perumahan Santosa Asih Jaya Bandung. Akhirnya, melalui pengejaran yang terorganisir, Buy bisa ditangkap di rumahnya, tanpa perlawanan.
            Menurut Kapolda Jabar waktu itu, saat ini untuk sementara kepolisian akan menjerat sang mahasiswa dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) soal pencurian dan penipuan mengingat perangkat hukum yang lebih tepat, terutama soal cyberlaw dan cybercrime di Indonesia belum ada.
            Belum jelas bagaimana kasus ini ditindaklanjuti sebab pihak kepolisian juga kurang terbuka pada pers. Kabarnya Buyung dilepas setelah diberik semacam wejangan oleh sejumlah praktisi TI dan pihak kepolisian untuk tidak mengulangi perbuatannya. Buyung juga didesak agar memberi pesan moral kepada para carder lain agar tidak melanjutkan aksinya.

             KASUS 4 : Wenas versus Publik Singapura

            Yang tidak kalah unik adalah kasus terciduknya hacker asal Indonesia di negeri jiran Singapura. Kasus ini sudah lama berselang memang, tepatnya tahun 2000, tetapi patut dicatat dalam sejarah karena ini pertama kali hacker asal Indonesia diadili di negeri asing.
            Saat ini Wenas yang menggunakan nama maya hC didakwa melakukan aktivitas ilegal terhadap server dua buah perusahaan Singapura, baik yang dilakukannya sewaktu masih di Australia maupun setelah mendarat di Singapura. Yang meringankan hukuman adalah fakta bahwa usia terdakwa masih di bawah umur, yakni 15 tahun. Berikut petikan berita yang ditulis oleh Donny BU yang meliput langsung persidangan Wenas tersebut.
            Saat hadir di persidangan Pengadilan Rendah Singapura divisi Juvenile Court, hacker terdakwa tersebut didampingi oleh kedua orang tuanya. Bahkan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) menugaskan Thony Saut P. Situmorang (second secretary) dan A.Guntur Setyawan (third secretary) dari bidang konsuler untuk hadir di persidangan.
Persidangan digelar Kamis (20/7/2000) dalam bahasa Inggris. Persidangan dimulai pukul 10.15 waktu Singapura (rencana awal dimulai pukul 09.00) dan baru berakhir pukul 11.30. Dalam persidangan tersebut, bertindak selaku hakim adalah hakim Mark Tay dan sebagai penuntut umum adalah jaksa Chew. Sedangkan pengacara yang mendampingi terdakwa adalah Mimi Oh.
            Hadir pula dalam persidangan tersebut Mark Koh, Investigation Officer Computer Crime Branch CID (Criminal Investigation Department) Singapura sebagai investigator dan yang menyusun ‘statement of facts’ (sof) yang berisi kronologis lengkap tindakan terdakwa, mulai dari laporan korban, penahanan, hasil investigasi, fakta kasus hingga kerugian korban. Sof bernomor D/000603/001/D tersebut merupakan bahan rujukan bagi jaksa Chew dalam mengajukan tuntutannya.
            Chew saat membacakan tuntutannya memang menyadari usia terdakwa yang masih di bawah umur 15 tahun, sebagai salah satu faktor yang dapat meringankan hukuman. Tetapi tidak tanggung-tanggung berdasarkan sof yang disusun oleh Mark Koh, terdapat 16 buah tuntutan yang merupakan tuntutan untuk setiap aktivitas yang dilakukan oleh terdakwa secara ilegal di server dua buah perusahaan Singapura, baik yang dilakukannya sewaktu masih di Australia maupun setelah mendarat di Singapura.
            Pada saat persidangan berlangsung, Mimi Oh menyampaikan pembelaannya dengan harapan dapat mendapatkan keringanan dari hakim. “Dia (terdakwa) tidak bermaksud melakukan kriminalitas. Dia tidak tahu bahwa tindakannya adalah ilegal dan melanggar hukum,” ujar Mimi Oh di depan pengadilan.
            Tampaknya hakim Mark Tay tidak percaya dengan pembelaan tersebut. “Masak dia tidak tau. Benarkah dia tidak mengerti bahwa aktivitas hacking itu ilegal?” tukas hakim Mark Tay. Pertanyaan tersebut disampaikan lebih dari satu kali, dan Mimi Oh selalu mencoba meyakinkan pengadilan bahwa terdakwa memang tidak mengerti bahwa tindakannya ilegal. Selain itu, Mimi Oh juga menegaskan bahwa semangat terdakwa yang sebelumnya akan menuntut ilmu di Singapura merupakan hal positif yang hendaknya menjadi pertimbangan.
Mengenai kelakuan sehari-hari terdakwa di pergaulan atau sekolahnya yang barangkali dapat meringankan hukuman, ditolak oleh pengadilan karena terdakwa belumcukup lama berada di Singapura sehingga hal tersebut belum dapat menjadi faktor yang meringankan.
            Sampai persidangan usai, belum dapat diambil keputusan mengenai kasus tersebut. Baik hakim, penuntut umum maupun pengacara terdakwa sama-sama membutuhkan waktu tambahan untuk mempelajari kasus unik tersebut. Mengapa unik? Karena ternyata Pengadilan Rendah Singapura baru kali ini menghadapi kasus cybercrime yang melibatkan warga negara asing. Akhirnya pada sidang final ditetapkan bahwa terdakwa dikenai hukuman denda senilai Rp 150 juta. Tidak dijelaskan secara rinci ikhwal pasal-pasal yang dilanggar.

            KASUS 5 :  Kevin Mitnick versus Publik Amerika Serikat

            Bagaimana dengan negara lain? Amerika serikat sudah punya serangkaian aturan hukum yang mampu menjerat pelaku cybercrime dengan lebih ampuh lagi. Bagi pegaul dunia maya, nama Kevin Mitnik tentu tidak asing lagi. Sampai sekarang nama Mitnick masih cukup populer bagi kalangan underground tanpa kenal batas negara. Kevin Mitnik ditangkap FBI tanggal 15 Februari 1995 dengan tuduhan telah melakukan beberapa computer crime maupun cybercrime.
            Ia sudah mengakui empat kasus wire fraud, dua kasus computer fraud dan sebuah kasus penyadapan komunikasi lewat kabel. Tidak tanggung-tanggung, ulah Mitnick telah memakan korban berbagai perusahaan besar seperti Motorola, Nokia, Fujitsu, Novell, NEC, Sun Microsystems, Colorado SuperNet, Netcom On-Line Services, The University of Southern California.
            Tanggal 27 Juni 1997 Mitnick didakwa tahap pertama oleh Hakim Mariana R. Pfaelzer selama 22 bulan hukuman penjara. Dan akhirnya pada tanggal 9 Agustus 1999, Hakim Mariana R. Pfaelzer memberikan keputusan final bagi Mitnick. Hakim memutuskan hukuman tambahan 46 bulan bagi Mitnick dan denda ganti rugi sebesar $ 4,125.
            Mitnick dibebaskan tanggal 21 Januari 2000 setelah dipenjara selama 4 tahun, 11 bulan, dan 6 hari. Setelah dibebaskan, selama 3 tahun Mitnick berada di bawah pengawasan pihak berwenang dan harus membayar denda. Selama masa itu, Mitnick tidak boleh menggunakan dan mengakses segala jenis peranti keras maupun peranti lunak komputer. Begitu juga, Mitnick tidak boleh mengakses segala jenis komunikasi nirkabel.

Mau tahu berapa banyak pasal yang menjerat seorang Mitnick di Amerika Serikat?

- 18 U.S.C. § 1029: Possession of Unauthorized Access Devices; Penggunaan peralatan akses secara ilegal
- 18 U.S.C. § 1030(a)(4): Computer Fraud; Pelanggaran komputer
- 18 U.S.C. § 1030(a)(5): Causing Damage To Computers; Menimbulkan kerusakan pada komputer
- 18 U.S.C. § 1343: Wire Fraud; Interception of Wire or Electronic Communications; Pelanggaran

(komunikasi) kabel, penyadapan lewat kabel atau alat komunikasi elektronik
- 18 U.S.C. § 2(a): Aiding and Abetting; Membantu kejahatan atau melakukan persekongkolan
- 18 U.S.C. § 2(b): Causing and Act to be Done; Menjadi dalang kejahatan

Masih ada lagi pasal-pasal lain seperti:
Undang-undang yang mengatur masalah computer intrusion (pembobolan jaringan komputer) di Amerika Serikat:

- 18 U.S.C. § 1029. Fraud and Related Activity in Connection with Access Devices
- 18 U.S.C. § 1030. Fraud and Related Activity in Connection with Computers
- 18 U.S.C. § 1362. Communication Lines, Stations, or Systems
- 18 U.S.C. § 2510 et seq. Wire and Electronic Communications Interception and Interception of Oral Communications
- 18 U.S.C. § 2701 et seq. Stored Wire and Electronic Communications and Transactional Record Access
- 18 U.S.C. § 3121 et seq. Recording of Dialing, Routing, Addressing, and Signaling Information.

            Bayangkan betapa kompleksnya aspek hukum yang berhasil menahan Kevin Mitnick. Sangat jauh dengan pasal yang menjerat seorang Dani di Indonesia. Memang aksi cybercrime yang dilakukan Mitnick jauh lebih parah ketimbang Dani. Namun setidaknya ini bisa memberi gambaran betapa negara yang diisukan menganut azas kebebasan seperti Amerika Serikat punya aturan hukum yang cukup detail untuk menjerat warganya.



Sumber :